- Ia tidak meminta banyak, hanya kejujuran dan ketulusan. Tapi ternyata, bahkan itu pun terlalu berat untuk diberikan. Kini, ia belajar bahwa tidak semua hal layak diperjuangkan, terutama yang membuatnya kehilangan dirinya sendiri.
- Dulu ia menunggu, kini ia pergi. Dulu ia berharap, kini ia mengerti. Dulu ia menanti jawaban, kini ia tidak lagi peduli.
- Bukan kebencian yang tertinggal, hanya keheningan yang lahir dari kelelahan memahami sesuatu yang tak lagi bisa dimengerti.
- Kupikir tak apa mempercayai seseorang seutuhnya, hingga tak menyisahkan sebersitpun ruang untuk ragu. Namun ternyata, tidak semua memilih untuk tetap tinggal atau setidaknya mau menjelaskan kepergiannya.
- Suatu hari, matamu menangkap dia berkekasih. Dan telingamu mendengar dia bahagia, dengan tawa yang tidak pernah kau sebabkan. Senyumnya lebih tenang, lebih jernih.
- Kamu hanyalah mata yang diminta melihat luka, telinga yang wajib mendengar cerita, bahu yang boleh dia sandari kala nyaris runtuh, tapi tidak pernah menjadi hati yang dia tuju saat ingin bahagia. Dia ingin kamu ada, tapi bukan kamu yang dia mau.
- Dia tak pernah merindukanmu. Ia hanya benci sendiri. Dan kamu adalah pelarian yang paling aman, dari sepi yang berkeliaran di kamarnya tiap malam. Kamu tak berhak bertanya, apalagi berharap.
- Kata-katamu dibungkam, pelukmu ditolak dengan tatapan waspada. Sebab kamu hanya dibutuhkan, bukan dicintai.
- Kamu bukan rumah, hanya teras tempatnya duduk sejenak. Bukan cinta, hanya jeda yang nyaman dari kekacauan batinnya. Kamu tempat singgah yang tenang, yang tidak pernah menghakimi perasaan.
- Percakapan panjang berjam-jam, suara yang mengalun di tengah malam seolah kamu segalanya, semua itu hanyalah cara lain melepaskan beban yang tak sanggup dia bawa sendiri. Kamu adalah ruang kedap suara: tempat semua luka, keluh, dan resah dia hamburkan, agar dia merasa lega, tanpa perlu kehilangan seseorang yang sedang dia jaga.
Mar 12, 2016
Tetiba sok puitis #6
Labels:
#Tetibasokpuitis
Subscribe to:
Posts (Atom)